Sebuah Power Point yang berisi tes warna untuk Breaking News saja :)
DOWNLOAD
Tuesday, November 12, 2013
Tuesday, April 30, 2013
Makalah Organisasi, Lembaga, dan Tokoh Pendidikan Agama Islam
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang Masalah
Sejarah pendidikan islam di Indonesia mulai
muncul dan berkembang pada akhir abad ke 19. Ini disebabkan adanya sikap
patriotisme dan rasa nasionalisme sekaligus sebagai respon terhadap
kepincangan-kepicangan yang ada dikalangan masyarakat Indonesia.
Rakyat Indonesia
dengan gigih memperjuangkan serta rela mengorbankan jiwa dan harta melalui
organisasi umat islam, mereka menyumbangkan andil besar dalam perjuangan
merebut kemerdekaan. Dari organisasi islam ini ditumbuhkan dan
dikembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat melalui
pendidikan.
Organisasi
islam itu dimunculkan oleh para tokoh-tokoh islam yang mempunyai kapibilitas
keilmuan dan keagamaan yang tak diragukan lagi. Organisasi islam ini juga melahirkan
berbagai macam lembaga pendidikan beserta system dan isinya.
Untuk itu,
hadirnya makalah ini adalah untuk mencoba menerangkan sedikit tentang
organisasi islam beserta pendidikan islam.
- Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja Organisasi Islam yang ada di Indonesia?
2. Apa Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia?
3. Siapakah Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI, LEMBAGA DAN TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
- ORGANISASI ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Organisasi islam di Indonesia lahir disebabkan karena tumbuhnya
sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respon terhadap
eksploitasi politik pemerintah kolonial belanda yang mengakibatkan kemunduran
total dikalangan masyarakat Indonesia.
Tokoh-tokoh islam
menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme dikalangan rakyat
dengan melalui pendidikan. Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi yang
dijiwai dengan perasaan nasionalisme yang tinggi menimbulkan perkembangan dan
era baru dikalangan Indonesia, kemudian penyelenggaraan pendidikan yang
bersifat nasional itu dimasukkan pada agenda perjuangan. Dengan ini maka
lahirlah sekolah-sekolah swasta atas usaha para perintis kemerdekaan.[1]
Ada beberapa
organisasi-organisasi sosial keagamaan yang banyak melakukan aktifitas
kependidikan, diantaranya :
a.
Al-Jami’at Al-Khoiriyyah
Organisasi
ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 juli 1905. Perhatian organisasi ini
ditujukan pada pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar dan pengiriman
anak-anak ke turki untuk melanjutkan studinya. Organisasi ini merupakan
organisasi modern petama dikalangan masyarakat islam, yang memiliki AD/AR,
Daftar anggota yang tercatat rapat-rapat secara berskala dan yang mendirikan
suatu lembaga pendidikan yang boleh dikatakan cukup modern (kurikulum,
kelas-kelas, pemakaian bangku-bangku, papan tulis dan buku)
Dengan
demikian organisasi ini bisa dikatakan sebagai pelopr pendidikan islam modern
di Indonesia. [2]
b.
Al Ishlah Wal Al Irsyad
Al Ishlah wal Al Irsyad adalah pecahan dari organisasi
Jami’at Khoiriyyah, didirikan pada tahun 1913 dan mendapat pengesahan dari
belanda pada tanggal 11 Agustus 1915. menurut Steenbrink, organisasi ini lahir karena adanya perpecahan dikalangan
Jami’at Khoir mengenai hak istimewa golongan Sayyid, mereka yang tidak setuju
dengan kehormatan berlebihan dengan sayyid dikecam dan dicap sebagai reformis, kemudian
mendirikan organisasi Jam’iyyah Al Ishlah Wal Irsyad Al ‘Arabiyyah. Tujuan
organisasi ini yaitu:
1.
Merubah tradisi dan kebiasaan
orang arab tentang kitab suci, bahasa arab, bahasa belanda dan bahasa-bahasa
lainya.
2. Membangun dan
memelihara gedung-gedung pertemuan, sekolah dan unit percetakan.
Salah satu
perubahan yang di lakukan Al Irsyad adalah pembaharuan dibidang pendidikan.
Pada tahun 1913 didirikan disebuah perguruan modern di Jakarta, dengn sistem
kelas. Materi pelajaran yang diberikan adalah pelajaran umum dan agama.
Sekolah-sekolah Irsyad berkembang dan meluas sampai ke kota-kota dimana Al Irsyad
mempunyai cabang dan cara umum, semuanya berada ditingkat rendah.
Di Jakarta
dan Surabaya didirikan sekolah guru
untuk melatih dan mendidik calon-calon guru bagi kebutuhan sekolah Al Irsyad
selain itu juga dibuka kursus dimana siswi-siswi bisa memilih spesialisasi dari
mata pelajaran agama, pendidikan atau bahasa.[3]
c. Perserikatan Ulama’
Organisasi ini berdiri atas inisiatif KH. Abdul Halim
pada tahun 1911 sebagai perwujudan dari lahirnya gerakn-gerakan pembaharuan
islam di Indonesia.
Beliau termotifasi untuk melaksanakan kegiatan, terutama dalam bidang
pendidikan, diantaranya karena pengalaman selama di makkah yang membuatnya
terkesan dengan penyelenggaraan lembaga
pedidikan bab As Salam, yang sudah
menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan sistem
pendidikan lama yang memakai halaqoh.
Dalam perbaikan mutu lembaga pendidikanya, Abdul Halim
berhubungan dengan Jami’at Khoir dan Al Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan
pada murid-muridnya pada tingkat yang tinggi untuk memahami bahasa arab.
Pada tahun 1932. Abdul
Halim mendirikan “santri asrama” sebuah sekolah berasrama yang dibagi
menjadi tiga tingkatan: tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan. Kurikulum yang
diberikan di sekolah tersebut tidak hanya berupa pengetahuan agama dan umum,
tetapi juga keterampilan yang bernilai
ekonomis, pelajar-pelajar santri asrama dilatih dalam pertanian, pekerjaan
tangan (besi dan kayu) menenun dan mengolah berbagai bahan seperti membuat
sabun. Mereka harus tinggal di asrama di siplin yang ketat, terutama dalam
pembagian waktu dan dalam sikap pergaulan hidup mereka.
d.
Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di jogjakarta pada tanggal 18 Nopember1912
bertepatan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran
yang diajukan murid-muridnya.
Organiasi ini mempunyai maksud menyebarkan pengajaran
kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putra dan memajukan agama islam
pada anggota-anggotanya.
Tujuan didirikan organisasi ini adalah untuk
membebaskan umat islam dari kebekuan dalam segala bidang kehidupanya, dan
praktek-praktek agama yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam. Saat itu,
umat islam telah dipengarui sikap fatalisme, bid’ah, khurofat, dan konservatisme
yang berpengaruh kuat pada kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat
muslim Indonesia.
Kolonialisme dan misi Kristen telah memburuk keadaan umat islam yang semakin
terbelakang dan ketinggalan zaman disegala bidang.
Sebagai organisasi dakwah dan pendidikan muhammadiyyah
mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pada
tahun 1915 H KH. Ahmad Dahlan mulai mendirikan sekolah dasarnya yang pertama.
Pada sekolah ini diberikan pengetahuan umum, disamping pengetahuan agama.
Kemudian diikuti dengan berdirinya sekolah-sekolah Muhammadiyah di pelosok Indonesia.
e.
Nahdlatul Ulama
Organisasi ini didirikan di Surabaya pada tanggal 33
januari 1926 M bertepatan pada tanggal 16 Rajab 1344 H oleh kalangan madzhab
yang sering menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan
KH. Wahab Chasbullah dari jombang. Dan alim ulama’ tiap-tiap daerah diantaranya
adalah:
1.
KH. Bisri Jombang
2.
KH. Ridean Semarang
3.
KH. Nawawi pasuruan
4.
KH. Asnwi Kudus
5.
KH. Hambali Kudus
6.
K. Nahrawi Malang
7.
KH. Doromuntaha Bangkalan
8.
KH. M. Alwi Abdul Aziz
Gerakan NU berusaha mempertahankan salah satu dari
empat madzhab dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh madzhab Hanafi,
madzhab Maliki, madzhab Syafi’I dan madzhab Hambali. Dalam hal I’tiqod, NU
berpegang pada Ahlussunah Waljama’ah.
Dalam konteks ini, NU memahami hakikat Ahlussunah
Waljama’ah sebagai ajaran islam yang murni sebagaimana yang telah diajarkan
oleh Rosulullah SAW bersama para sahabatnya.
Motifasi utama berdirinya NU adalah mengorganisasikan
potensi dan peranan ulama’ pesantren yang sudah ada, untuk ditingkatkan dan
dikembangkan secara luas untuk diguakan sebagai wadah untuk mempersatukan dan
menyatukan langkah para ulama’ pesantren dalam tugas pengabdian yang tidak
terbatas pada masalah kepesantrenan dan kegiatan ritual Islam saja, tetapi
lebih ditingkatkan lagi agar para ulama’ lebih peka terhadap masalah-masalah
sosial, ekonomi dan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
f.
Persatuan islam
Persis didirikan di Bandung pada tanggal 17 september 1923 oleh
KH. Zamzam. Pendirian organisasi ini bermula dari pertemuan yang bersifat
kenduri kemudian diteruskan dengan bincang-bincang tentang persoalan-persoalan
agama dan gerakan-gerakan keagamaan baik di Indonesia maupun di Negara lain. Kegiatan
persis diantaranyamengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khitobah, menerbirkan
majalah, pamphlet, serta kitab. [4]
g.
Al Washliyah
Al Washliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 Nopember 1930 oleh
pelajar dan para guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Organisasi ini bergerak
dibidang pendidikan, sosial dan
keagamaan. Adapun usaha-usaha yang dilakukannya antara lain: mengusahakan
berlakunya hukum-hukum islam, membangun perguruan dan mengatur kesempurnaan
pelajaran, dan pendidikan, mendirikan dan memelihara tempat ibadah, dan
menyantuni fakir miskin dan mendidik anak yatim. [5]
- JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Dilihat dari
bentuk dan sifat pendidikanya, lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut ada
yang bersifat formal dan non formal.
a. Masjid dan surau
Masjid
mememgang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan islam. Sebagai
lembaga pendidikan, masjid berfungsi sebagai penyempurna pendidikan dalam
keluarga, agar selanjutnya anak mampu melaksanakan tugas-tugas hidup dalam
masyarakat dan lingkungannya, Dengan demikian, masjid merupakan lembaga kedua
setelah keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan
sekolah tinggi dalam waktu yang sama. [6]
b. Pondok Pesantren
Pesantren telah dianggap sebagai lembaga pendidikan
asli Indonesia
yang mengakar kuat dari masa pra islam, yaitu bentuk asrama agama budha yang
ditransfer menjadi lembaga pendidikan islam. Di bidang pendidikan, pemerintah
mengadakan pembinaan agar Pesantren manyadari bahwa kondisi Pesantren yang
tidak lagi relevan dengan tuntutan zaman. Pesantren menanggapi himbauan
pemerintah dengan mengadakan perubahan terhadap pola pendidikannya agar selaras
dengan pendidikan nasional. Belakangan ini Pesantren telah mengalami
perkembangan yang luar biasa, dengan berdirinya perguruan tinggi di Pesantren. [7]
c. Madrasah
Madrasah
bukan lembaga pendidikan islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia islam
timur tengah. Di Indonesia istilah “madrasah” di adopsi untuk memenuhi
kebutuhan modernisasi pendidikan islam; dengan sistem klasikal, penjenjangan,
penggunaan bangku, bahkan memasukkan pengetahuan umum sebagai bagian
kurikulumnya. Di Indonesia penggunaan istilah madrasah juga berfungsi untuk membedakan
antara lembaga pendidikan islam modern dengan lembaga pendidikan islam
tradisional.[8]
d. Perguruan Tinggi Agama
Islam
Umat islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia
mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan islam yang lengkap,
mulai dari pesantren yang sederhana sampai tingkat perguruan tinggi.
Tujuan pendirian lembaga pendidikan tinggi ini pada
mulanya adalah menghasilkan ulama’ yang intelek, yaitu mereka yang mempelajari
ilmu pengetahuan agama islam yang mendalam dan luas, serta mempunyai
pengetahuan umum yang diperlukan dalam masyarakat modern sekarang.
e. Majelis ta’lim
Majlis ta’lim merupakan salah satu lembaga pendidikan
yang bersifat non formal, Para wali
menggunakan majlis ta’lim sebagai madia untuk menyampaikan dakwahnya
disaat-saat penyiaran islam.[9]
- TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
a. KH. A. Dahlan ( 1869-1923)
Ahmad Dahlan sewaktu mudanya bernama Muhammad Darwis,
lahir tahun 1285 H atau 1868 M di kampung kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang
ulama’ bernama Abu Bakar bin KH. Sulaiman pejabat khotib di masjid besar
kesultanan Yogyakarta, ibunya adalah putri H.
Ibrohim bin KH. Hasan pejabat penghulu
kesultanan.
Semasa kecilnya Ahmad Hasan tidak pergi kesekolah karena
orang-orang islam pada waktu itu melarang anak-anaknya memasuki sekolah
gubernemen. Sebagai gantinya, Ahmad Dahlan diasuh serta di didik mengaji oleh
Ayahnya sendiri, kemudian ia meneruskan
pelajaran tafsir dan hadist serta bahasa arab kepada ulama’ lain di Yogyakarta
dan sekitarnya. Dengan bantuan kakaknya (Nyai Hj. Solih) pada tahun 1890, ia
pergi ke Mekkah dan belajar disana selama satun
tahun. Ide reformasi yang telah meresap dalam hatinya, dengan dasar
ilmu-ilmu yang diperolehnya, demikian pula pengalaman keagamaan yang telah
dialami dimekkah dan ia melakukan perubahan-perubahan dalam kehidupan keagamaan
kaum muslim ditanah airnya.[10]
b. KH. Hasyim Asy’ari
(1871-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan di jombang pada tanggal
14 pemburai 1819M beliau bermula
belajar pada ayahnya sendiri KH. Asy’ari kemudian beliau melanjutkan ke pondok
Pesantren probolinggo, kemudian pindah ke plangitan, semarang, Madura
Pada tahun 1891 beliau belajar di siwalan panji Sidoarjo
dengan asuhan KH. Ya’qub dan yai tersebut tertarik dengan tingkah lakunya dan
sopan santunya yang halus, sehingga yai tersebut ingin mengambil untuk
dijadikan menantu yang pada akhirnya pada tahun 1892 KH. Hasyim Asy’ari menikah
dengan Khodijah, kemudian pergi haji bersama istri dan bermukim disana selama delapan
tahun untut menuntut ilmu agama islam dan bahasa arab, sepulang dari makkah
beliau membuat Pesantren pada tanggal 26 Robiul awal tahun 1899M yaitu
Pesantren tebuireng dijombang untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmunya.
Pada tahun 1919 tebuireng mulai ada pembaharuan yang
pertama kali dengan mendirikan madrasah salafiyyah sebagai tangga memasuki
tingkat menengah Pesantren tebuireng
Pada tahun 1929 KH. Hasyim Asy’ari menunjuk KH. Ilyas
untuk dijadikan kepala madrasah salafiyyah dan KH,ilyas akan memperbarui keadaan
dalam Pesantren tebuireng yang telah dicita-citakan oleh KH. Hasyim Asy’ari
Pada masa pimpinan KH. Ilyas beliau memasukkan
pengetahuan umum ke dalam madrasah salafiyyah yaitu:
1.
Membaca dan menulis latin
2.
Mempelajari bahasa Indonesia
3.
Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
4.
Mempelajari ilmu hitung.
c. KH. Abdul Halim
(1887-1962)
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada
tahun 1887 M, beliau adalah pelopor pembaharuan di daerah Majalengka Jawa
barat, kemudian berkembang menjadi perserikatan ulama’ pada tahun 1911 kemudian
berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/ 9 Rojab
1371 H. kedua orang tuanya bersal dari keluarga yang taat beragama ayahnya
adalah penghulu di jatiwangi.
Dalam bidang pendidikan KH A. Halim menyelenggarakan
pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang
disampaikan adalah fiqh dan hadits, dan berpegang teguh pada madzhab Syafi’i. Dalam
menyampaikan pemikirannya, beliau sangat toleran dan penuh perhatian, serta
tidak pernah mengecam organisasi lain yang tidak sepaham dengannya.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi islam di Indonesia lahir dari sikap
nasionalisme masyarakat yang tinggi, menimbulkan perkembangan dilapangan
pendidikan dan pengajaran kemudian melahirkan lembaga-lembaga formal yang
dipelopori oleh tokoh-tokoh pendidikan islam dilengkapi dengan system dan
isinya.
Hadirnya makalah
ini telah diupayakan semaksimal mungkin apabila terdapat kekurangan dan kesalahan
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
B. Saran
Demikian makalah yang bisa kami sampaikan, makalah ini pasatinya jauh dari kesempurnaan, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan kami. Dengan tangan terbuka dan lapang dada kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dengan rendah hati kami akan mendengar saran, guna mengevaluasi makalah ini, semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita. Amin…..
Demikian makalah yang bisa kami sampaikan, makalah ini pasatinya jauh dari kesempurnaan, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan kami. Dengan tangan terbuka dan lapang dada kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dengan rendah hati kami akan mendengar saran, guna mengevaluasi makalah ini, semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita. Amin…..
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun, 1999, Sejarah
Pendidikan Islam,
Jakarta; PT. Logos Wacana Ilmu.
K., Enung Rukiah
& Fenti Hikmawati, 2008, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung; Pustaka Setia.
Zuhairini, 2008,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara
[1]
Zuhairini, 2008, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta; Bumi
Aksara. H. 157.
[2]
Fenti Hikmawati, 2008, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, Bandung;
PT. Pustaka Setia. H. 80
[3]
Hanun Asrohah, 1999, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta;
PT. Logos Wacana Ilmu. H. 161.
[4]
Fenti Himawati, Op.Cit., H. 94
[5]
Ibid., H. 97
[6]
Ibid., 101
[7]
Hanun Asrohah, Op. Cit., H. 183
[8]
Ibid., 192
[9]
Fenti Hikmawati,Op.Cit., 134
[10]
Ibid., H. 81
[11]
Zuhairini, Op. Cit, H. 202
Friday, April 26, 2013
Laporan KKN Individu
BAB I
RENCANA
PROGRAM KERJA
Melalui kegiatan KKN ini mahasiswa diharapkan
dapat menjadi bagian dari masyarakat yang di tempati. Dalam hal ini kami
berupaya mengawali dengan mengadakan pendekatan, penelitian atau observasi
terhadap masyarakat desa dan potensi-potensi desa yang ada. Dari berbagai
potensi tersebut, masih banyak potensi masyarakat dan potensi desa yang
memerlukan perhatian.
Sebelum menentukan program yang akan dijalankan nantinya,
terlebih dahulu dilakukan survei dan observasi untuk mendapatkan data dan
informasi awal tentang kondisi sosiokultural masyarakat dan potensi yang ada.
Berdasarkan survey dan observasi yang kami lakukan di desa Condongcampur, maka penulis mencoba untuk membantu masyarakat sesuai
dengan kemampuan. Wujud bantuan tersebut dengan menginterpretasikan
permasalahan ke dalam bentuk program kegiatan yang bertujuan untuk membantu
masyarakat sesuai dengan masalah yang ada.
Observasi dilakukan setelah penyerahan ke lokasi KKN,
tepatnya pada tanggal 11 – 17 Februari 2013. Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan
lingkungan. Selain itu juga dilakukan dengan
mendatangi rumah perangkat dusun yang ada, mendatangi beberapa tokoh agama desa Condongcampur
seperti Pengasuh Masjid, pengasuh Mushola dan TPA yang ada serta melakukan
wawancara secara langsung. Aspek yang kami cermati adalah Aspek
Pendidikan , Aspek Sosial masyarakat, Aspek Keagamaan, dan Aspek Ekonomi.
Setelah melakukan berbagai tahap observasi kami
menyusun berbagai program yang dirasa perlu untuk diaplikasikan di desa
Condongcampur ini dengan segala kondisi serta potensi yang ada. Program ini
terbagi ke dalam dua macam yaitu program individu dan kelompok. Dan yang akan
kami sajikan dalam laporan ini kami lebih mengerucutkan pada program individu,
mengingat kelompok juga harus memiliki program tersendiri pula. Dan program
kami ini dibagi dalam dua bidang pula yaitu sektoral dan non sektoral yang
masing-masing mempunyai dua pembagian pula yaitu fisik dan non fisik. Namun
untuk program individu kami lebih menekankan kepada bidang nonfisik mengingat
berbagai keterbatasan kami jika untuk memprogramkan bidang fisik tentu saja
membutuhkan kerjasama yang lebih solid, maka sebagian besar bidang fisik itu
termasuk ke dalam program kelompok. Berikut kami paparkan berbagai rencana
program individu yang telah kami susun.
Monday, January 14, 2013
Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati
Apakah do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh itu pahalanya akan sampai kepada orang mati? Dalam hal ini ada segolongan yang yang berkata bahwa do’a, bacaan Al-Qur’an, tahlil dan shadaqoh tidak sampai pahalanya kepada orang mati dengan alasan dalilnya, sebagai berikut:
وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi MUhammad SAW:
اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
“Apabila anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”
Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :
وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)
Dalam hal ini hubungan orang mu’min dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.
وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ
“Dan mintalah engkau ampun (Muhammad) untuk dosamu dan dosa-dosa mu’min laki dan perempuan.” (QS Muhammad 47: 19)
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ
“Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saya bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu.” (HR Abu Dawud).
Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat”.
Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:
عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ
“Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. “dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.”
Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.
KH Nuril Huda
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi MUhammad SAW:
اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
“Apabila anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”
Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :
وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)
Dalam hal ini hubungan orang mu’min dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.
وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ
“Dan mintalah engkau ampun (Muhammad) untuk dosamu dan dosa-dosa mu’min laki dan perempuan.” (QS Muhammad 47: 19)
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ
“Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saya bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu.” (HR Abu Dawud).
Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat”.
Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:
عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ
“Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. “dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.”
Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.
KH Nuril Huda
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Subscribe to:
Posts (Atom)